Woensdag 26 Junie 2013

KETIKA BERAT UNTUK BERINFAQ

Mau ngaku apa nggak, dalam kehidupan sehari-hari kita masih sering tersandung dengan perasaan berat untuk menginfaqkan sebagian harta kita. Seringkali kita tidak merasa tersentuh oleh anak-anak kecil yang memanggil-manggil dengan menjajakan koran di depan jendela mobil kita, saat kita berhenti di persimpangan jalan. Kita sering perhitungan untuk membantu tetangga yang kesusahan, para pengemis yang terdesak lapar, para fakir miskin yang tidak sanggup lagi membiayai anaknya sekolah. Bahkan untuk zakat saja yang merupakan kewajiban, kita selalu berusaha menghindar dan mencari-cari alasan.

Sebetulnya apa yang membuat berat? Apakah harta kita akan berkurang? Apakah Infaq dan zakat memang menguras harta kekayaan kita?

[IMG]

Menurut para ustadz dan alim ulama perasaan berat tersebut masih ada dalam hati karena kita masih :

Kurang atau bahkan tidak sadar, bahwa harta yang kita miliki itu sebenarnya milik Allah. Kita bukan pemilik yang sebenarnya. Kita hanya dititipi saja. Suatu saat, seaman apapun kita menjaga dan menyimpannya, kita pasti akan meninggalkannya. Kita pasti akan berpisah dengan harta kekayaan, bahkan kita akan diminta pertanggung jawaban mengenai penggunaan harta tersebut oleh Yang Memberi Amanah. 
Tidak adanya kesadaran inilah yang lalu melahirkan pemahaman yang salah: bahwa harta itu itu milik kita sepenuhnya, ia adalah hasil keringat dan jerih payah kita. Akibatnya kita menjadi pelit dan kikir, padahal kalau kita mau merenungkan lebih dalam, kita akan sampai kepada sebuah jawaban, bahwa yang menentukan kaya tidaknya seseorang, bukan karena keringat dan jerih payahnya, melainkan Sang Penentu dan Pemberi Rizqi, Allah.
Banyak fakta yang sering kita lihat, seperti orang-orang yang bekerja keras siang malam, tapi ternyata rejekinya hanya cukup untuk dimakan. Di saat yang sama kita juga menyaksikan sejumlah orang yang hanya duduk santai, bahkan tidur-tiduran, tapi Allah melimpahkan kepadanya kekayaan yang melimpah ruah.


Keyakinan kita kurang mantap akan janji Allah, bahwa setiap apa yang kita infaqkan akan mendapatkan gantitujuh ratus kali lipat. Akibatnya kita selalu keberatan untuk berinfaq. Padahal kita mengaku beriman pada firman Tuhan. Hal itu disebabkan pada persepsi salah yang kita yakini bahwa bila berinfaq hartanya pasti akan berkurang. Padahal janji Allah pasti dan tidak pernah diingkari. Sungguh betapa banyak bukti-bukti yang menguatkan betapa Allah melimpahkan harta orang-orang yang selalu membayar zakat dan infaq. Dalam kisah orang-orang soleh sering kita membaca bahwa mereka begitu kuat keyakinannya terhadap janji Allah tersebut, sehingga mereka tidak pernah sama sekali terbebani oleh dunia yang ada di tangan mereka. Imam Ahmad bin Hanbal, ketika diberi hadiah oleh presidennya, beliau tidak pernah berfikir bagaimana menikmati harta tersebut, melainkan beliau segera menginfaqkannya kepada fakir miskin. Itulah kemudian kita menyaksikan kehidupan beliau begitu berkah, dinamis dan produktif, tidak terbebani permasalahan dunia apapun. Apalagi beliau memang memilih hidup sederhana.


Perasaan riya' dan ingin dipuji masih sering menguasai hati kita. Ingin dibilang bahwa kita dermawan. Kalau tidak ada yang menyaksikan atau bukan dihadapan masyarakat, kita tidak mau bersedekah. Akibatnya infaq yang kita lakukan bukan atas dasar iman, melainkan karena gengsi sosial. Inilah penyebab hilangnya keberkahan dalam infaq kita. Sebab Allah sangat membenci orang yang berinfaq dengan tujuan supaya dipuji orang lain. Dalam terminology agama, sikap semacam ini dikategorikan riya'. Sikap yang akan mengundang dosa. Bahkan riya' disebut juga"Assyirkul Asghar" atau Syirik kecil, sebab dengan sikap tersebut ia lebih menyukai dipuji orang daripada dipuji Allah. Tegasnya ia telah mensejajarkan manusia dengan Allah.


Terlalu lemahnya kesadaran bahwa setiap yang kita infaqkan akan menjadi tabungan kita di akhirat, yaitu kehidupan kita yang kekal nanti. Untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupan di akhirat memerlukan bekal khusus yang berkualitas. Bekal tersebut harus kita persiapkan dengan nilai-nilai keikhlasan saat kita berada di dunia. Salah satu bekal tersebut adalah berinfaq. Tidak harus dengan harta, namun dengan apa saja yang ia miliki. Mereka yang mempunyai ilmu bisa berinfaq dengan ilmu, mereka yang punya harta bisa berinfaq dengan hartanya, begitu seterusnya. Satu hal yang perlu kita yakini bersama bahwa barang siapa yang berinfaq di jalan Allah dengan tanpa hitungan "bighairi hisab" maka Allah akan membalasnya dengan tanpa hitungan pula.

Mudah-mudahan kita semua selalu diberikan oleh Allah ketetapan hati serta kekuatan iman agar terhindar dari penyakit-penyakit hati diatas ...

Amiiin Ya Rabbal Alamiin...

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking