Vrydag 31 Mei 2013

TAUBATAN NASUHA, TAUBAT YANG SESUNGGUHNYA

Sesungguhnya tidak satu manusia pun di alam ini yang terbebas dari dosa walaupun kecil. Namun demikian Allah swt dengan rahmatnya kepada hamba-hamba-Nya selalu memberikan kepada mereka yang berbuat dosa kesempatan untuk bertaubat dari segala dosa dan kesalahan. Allah selalu membukakan pintu taubat-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat selama ruhnya belum berada di kerongkongan atau matahari terbit dari barat.
Taubat dari dosa menurut Al Ghozali adalah kembali kepada Sang Maha Penutup aib dan Yang Maha Mengetahui yang ghaib (Allah swt). Ia merupakan awal perjalan orang-orang yang berjalan, modal orang-orng sukses, langkah awal para pencinta kebaikan, kunci istiqomah orang-orang yang cenderung kepada-Nya, awal pemilihan dari orang-orang yang mendekatkan dirinya, seperti bapak kita Adam as dan seluruh para Nabi.(Ihya Ulumuddin juz IV hal 3)
Tentunya taubat seorang yang berdosa hendaklah dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh bukan bertaubat kemudian dengan mudahnya dia mengulangi lagi perbuatan maksiatnya. Inilah yang disebut dengan Taubat Nashuha artinya taubat yang sebenar-benarnya, murni dan tulus, sebagaimana firman Allah swt,”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At Tahrim : 8)
Dosa yang dilakukan seorang manusia baik yang terkait dengan Allah swt, seperti : tidak menjalankan perintah-perintah-Nya ataupun dosa yang terkait dengan manusia lainnya, seperti : mencuri harta bendanya dan lainnya, menuntutnya untuk melakukan taubat agar Allah swt memberikan ampunan kepadanya dan manusia yang dizhalimi tersebut memberikan pemaafan kepadanya.
Cara-cara melakukan taubat nashuha :
1. Meninggalkan kemaksiataan yang dilakukannya.
2. Menyesali perbuatannya.
3. Bertekad kuat untuk tidak mengulangi lagi selama-lamanya.
4. Jika terkait dengan hak-hak orang lain maka hendaklah ia mengembalikannya kepada yang memilikinya.
Wallahu A’lam

Donderdag 30 Mei 2013

TUNTUNAN ISLAM DALAM MENGHORMATI DAN MENGHARGAI PEMELUK AGAMA LAIN








 Memberi hadiah kepada saudara non muslim agar membuat ia tertarik pada Islam.
 
Dari Ibnu ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-, beliau berkata, “’Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari Jum’at dan ketika ada tamu yang mendatangimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar. ‘Umar pun berkata, “Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di akhirat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak mau mengenakan pakaian ini agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau tetap mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada saudaranya di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam ( HR. Bukhari no. 2619)

Menjalin hubungan dan berbuat baik dengan orang tua dan kerabat non muslim.
Dari Asma’ binti Abu Bakr –radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata, “Ibuku mendatangiku, padahal ia seorang musyrik di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku ingin meminta nasehat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata, “Sesungguhnya ibuku mendatangiku, padahal ia sangat benci Islam. Apakah aku boleh tetap menyambung hubungan kerabat dengan ibuku?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya boleh. Silakan engkau tetap menjalin hubungan dengannya.” (HR. Bukhari no. 2620)
Allah melarang memutuskan silaturahmi dengan orang tua atau kerabat yang non muslim dan Allah tetap menuntunkan agar hak mereka sebagai kerabat dipenuhi walaupun mereka kafir. Jadi, kekafiran tidaklah memutuskan hak mereka sebagai kerabat. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.” (QS. An Nisa: 1)
Jubair bin Muth’im berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ
Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturahmi (dengan kerabat).”(HR. Muslim no. 2556)
Oleh karenanya, silaturahmi dengan kerabat tetaplah wajib, walaupun kerabat tersebut kafir. Jadi, orang yang mempunyai kewajiban memberi nafkah tetap memberi nafkah pada orang yang ditanggung walaupun itu non muslim. Karena memberi nafkah adalah bagian dari bentuk menjalin silaturahmi. Sedangkan dalam masalah waris tidak diperkenankan sama sekali. Karena seorang muslim tidaklah mewariskan hartanya pada orang kafir. Begitu pula sebaliknya. Karena warisan dibangun di atas sikap ingin menolong (nushroh) dan loyal (wala’).(Al Wala’ wal Baro’, hal. 303, Asy Syamilah)
Ketiga: Berbuat baik kepada tetangga walaupun non muslim.
Al Bukhari membawakan sebuah bab dalam Adabul Mufrod dengan ”Bab Tetangga Yahudi”dan beliau membawakan riwayat berikut.
Mujahid berkata, “Saya pernah berada di sisi Abdullah ibnu ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata,
ياَ غُلاَمُ! إِذَا فَرَغْتَ فَابْدَأْ بِجَارِنَا الْيَهُوْدِي
”Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu.” Lalu ada salah seorang yang berkata,
آليَهُوْدِي أَصْلَحَكَ اللهُ؟!
“(Anda memberikan sesuatu) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisi anda.”
”Abdullah bin ’Amru lalu berkata,
إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوْصِي بِالْجَارِ، حَتَّى خَشَيْنَا أَوْ رُؤِيْنَا أَنَّهُ سَيُوّرِّثُهُ
‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.” (Adabul Mufrod no. 95/128)

Woensdag 29 Mei 2013

AJAKAN BERAMAL

Pasti benar bahwa Allah Arrahman akan membalas amal sedekah dengan berlipat ganda (lihat QS. Al-Baqarah : 261). Demikian juga yang dijelaskan oleh Baginda Rasulullah dalam hadistnya. Lalu salahkah kita mengharap itu? Tentu tidak. Namun, jika bersedekah sebatas itu, biasanya 1) sedekah dikeluarkan hanya sebatas mendapatkan “balasan” yang kita inginkan, 2) tak selalu Allah membalas dengan balasan duniawi ala ‘matematis sedekah’ (Lihat Al-Haitsami Majma ‘az-Zawa, V/282) dan 3) mungkin kita akan kecewa jika sedekah kita tidak berbalik seperti‘matematika sedekah.
Jadi mesti bagaimana?

Marilah kita simak keteladanan Rasulullah dan para sahabat dalam bersedekah dan berinfak fi sabilillah berikut ini,
Suatu ketika Baginda Rasululllah Muhammad Shallallahu Alayhi Wassalam  mendapat hadiah harta dari kaum Fadak yang dibawa oleh empat ekor unta. Sebagian harta tadi beliau gunakan untuk membayar hutang yang sudah jatuh tempo. Bilal yang beliau tugasi untuk membayarkannya, sementara Beliau menunggu di masjid. Setelah seluruh utang itu dibayar, Bilal menemui Beliau, lalu Baginda bertanya, “Masih adakah harta yang tersisa?”, jawab Bilal, “Ya, masih ada sedikit”. Beliau lalu memerintahkan, “Bagikanlah harta itu sampai habis hingga aku bisa merasa tenang. Aku tidak akan pulang ke rumah hingga harta itu dibagikan semua. Lalu beberapa kali Rasulullah menanyakan hal yang sama, maka jawab Bilal, “Sudah tidak ada lagi yang tersisa ya Rasulullah. Allah telah memberkati Anda dengan ketentraman jiwa. Semua harta itu telah habis dibagikan” (Al-Kandahlawi, Fadha’il al-Amal, 576).

******Mari bergabung dalam Shadaqah Majelis Darul Aytam, HANYA DENGAN : Rp. 25.000,- Peranak Yatim dan Dhua'fa.. www.Majelisdarulaytam.blogspot.com.****

SEDEKAH BERSIHKAN JIWA DAN HARTA

Sedekah pada dasarnya mengeluarkan rezeki di jalan yang dituntunkan Allah SWT. Dimana rezeki tersebut dikeluarkan untuk membantu orang-orang yang lebih membutuhkan. Dalam setiap penghasilan yang kita peroleh ada hal orang lain di dalamnya. Oleh karena itu sudah sepantasnya jika kita kemudian mengeluarkan sebagian penghasilan yang kita miliki untuk sedekah.
Apalagi sedekah juga dapat digunakan untuk mensucikan harta yang dimiliki sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah :103, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’akan untuk mereka. Sesungguhnya dia kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah Mendengar lagi maha Mengetahui.” 
Tentang sedekah yang bisa digunakan untuk mensucikan harta? Tidak ada salahnya untuk selalu bersedekah.
Tentang sedekah yang dapat mengganti rezeki yang dikeluarkan
Tentang sedekah yang dapat mengganti rezeki yang yang dikeluarkan sebagai sedekah atau tenaga yang dikeluarkan untuk sedekah itu semata-mata karena kuasa-Nya.
Meskipun memang dalam QS. Saba’:39 dijelaskan, “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya). Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.”
Hanya saja kita tidak sepantasnya mengharapkan ganti atas apa yang kita keluarkan. Baik harta, tenaga atau apapun yang bisa kita sedekahkan termasuk segelas air putih. Tentang sedekah yang bisa mengganti atau melipatgandakan rezeki kita, itu adalah kehendak-Nya semata, karena kita hanya perlu bersedekah tanpa ada keraguan sedikitpun.
Tentang sedekah yang amalannya tidak akan terputus
Tentang sedekah yang amalannya tidak akan terputus saat meninggal dunia juga telah dijanjikan.
Rasulullah Saw bersabda, “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya.”(HR. At-Tirmidzi).


Seperti yang diketahui umat muslim bahwasanya setiap harta yang kita miliki pasti tidak akan dibawa saat ajal datang menjemput. Harta kita akan ditinggalkan untuk ahhli waris. Sementara harta yang akan dibawa adalah harta yang telah kita sedekahkan semasa massih hidup. Ketika meninggal sudah tidak ada yang bisa kita lakukan untuk beribadah. Maka sudah selayaknya saat masih bisa menghirup udara untuk selalu meningkatkan kualitas ibadah kita. Selain itu juga tetap ikhlas secara rutin melakukan sedekah karena itu adalah harta yang bisa kita bawa hingga akhirat. Tentang sedekah yang amalannya tidak akan terputus saat ajal menjemput? Jangan tunda lagi untuk melakukan sedekah.

BALASAN SEDEKAH


Pasti benar bahwa Allah SWT akan membalas amal sedekah dengan berlipat ganda (lihat QS. Al-Baqarah : 261). Demikian juga yang dijelaskan oleh Baginda Rasulullah dalam hadistnya. Lalu salahkah kita mengharap itu? Tentu tidak. Namun, jika bersedekah sebatas itu, biasanya 1) sedekah dikeluarkan hanya sebatas mendapatkan “balasan” yang kita inginkan, 2) tak selalu Allah membalas dengan balasan duniawi ala ‘matematis sedekah’ (Lihat Al-Haitsami Majma ‘az-Zawa, V/282) dan 3) mungkin kita akan kecewa jika sedekah kita tidak berbalik seperti‘matematika sedekah’ tadi.

Jadi mesti bagaimana? Marilah kita simak keteladanan Rasulullah dan para sahabat dalam bersedekah dan berinfak fi sabilillah berikut ini,
Suatu ketika Baginda Rasul SAW mendapat hadiah harta dari kaum Fadak yang dibawa oleh empat ekor unta. Sebagian harta tadi beliau gunakan untuk membayar hutang yang sudah jatuh tempo. Bilal yang beliau tugasi untuk membayarkannya, sementara Beliau menunggu di masjid. Setelah seluruh utang itu dibayar, Bilal menemui Beliau, lalu Baginda bertanya, “Masih adakah harta yang tersisa?”, jawab Bilal, “Ya, masih ada sedikit”. Beliau lalu memerintahkan, “Bagikanlah harta itu sampai habis hingga aku bisa merasa tenang. Aku tidak akan pulang ke rumah hingga harta itu dibagikan semua. Lalu beberapa kali Rasulullah menanyakan hal yang sama, maka jawab Bilal, “Sudah tidak ada lagi yang tersisa ya Rasulullah. Allah telah memberkati Anda dengan ketentraman jiwa. Semua harta itu telah habis dibagikan” (Al-Kandahlawi, Fadha’il al-Amal, 576).
Lihat pula sedekah para sahabat. Abu Bakar pernah membawa seluruh hartanya sebanyak 6.000 dirham untuk keperluan perjuangan Islam. Ustman bin Affan dalam perang Tabuk pernah menyumbang 100 ekor unta dengan perlengkapannya (HR. Ahmad) hingga tiga kali (lihat juga : Abu Nu’aim, Al-Hilyah I/59). Pernah juga memberikan 10 ribu dinar untuk membatu pasukan Al-Usrah (setara 14,2 milyar), 700 uqyah emas (HR Abu Ya’la), 950 ekor unta dan 50 ekor kuda untuk perang Tabuk (HR. Ibnu Asakir).
Demikianlah fenomena sedekah Rasul dan para sahabat. Mereka bersedekah seperti orang yang “TAK TAKUT MISKIN”. Sebaliknya, mereka “JOR-JORAN” bersedekah justru karena takut banyaknya harta menjadi beban di akhirat. Mereka tak sempat lagi memikirkan “BALASAN” yang bakal Allah berikan, apalagi sekedar balasan duniawi berdasar “matematika sedekah”. Jika satu dirham saja bisa mendatangkan kecintaan Allah pada kita, lalu untuk apa kita menahannya?
Wa ma tawfiqi illa billah wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib.
Sebuah pengingat untuk diri sendiri, semoga sedekah yang kuberikan adalah sedekah yang terbaik, dan tidak ada lagi yang kuharapkan selain kecintaan Allah semata

SUCIKAN HARTAMU DENGAN SHADAQAH

Sedekah pada dasarnya mengeluarkan rezeki di jalan yang dituntunkan Allah SWT. Dimana rezeki tersebut dikeluarkan untuk membantu orang-orang yang lebih membutuhkan. Dalam setiap penghasilan yang kita peroleh ada hal orang lain di dalamnya. Oleh karena itu sudah sepantasnya jika kita kemudian mengeluarkan sebagian penghasilan yang kita miliki untuk sedekah.

Apalagi sedekah juga dapat digunakan untuk mensucikan harta yang dimiliki sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah :103, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’akan untuk mereka. Sesungguhnya dia kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah Mendengar lagi maha Mengetahui.” 

Tentang sedekah yang bisa digunakan untuk mensucikan harta? Tidak ada salahnya untuk selalu bersedekah.
Tentang sedekah yang dapat mengganti rezeki yang dikeluarkan
Tentang sedekah yang dapat mengganti rezeki yang yang dikeluarkan sebagai sedekah atau tenaga yang dikeluarkan untuk sedekah itu semata-mata karena kuasa-Nya.
Meskipun memang dalam QS. Saba’:39 dijelaskan, “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya). Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.”
Hanya saja kita tidak sepantasnya mengharapkan ganti atas apa yang kita keluarkan. Baik harta, tenaga atau apapun yang bisa kita sedekahkan termasuk segelas air putih. Tentang sedekah yang bisa mengganti atau melipatgandakan rezeki kita, itu adalah kehendak-Nya semata, karena kita hanya perlu bersedekah tanpa ada keraguan sedikitpun.

Tentang sedekah yang amalannya tidak akan terputus
Tentang sedekah yang amalannya tidak akan terputus saat meninggal dunia juga telah dijanjikan.
Rasulullah Saw bersabda, “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya.”(HR. At-Tirmidzi).

Seperti yang diketahui umat muslim bahwasanya setiap harta yang kita miliki pasti tidak akan dibawa saat ajal datang menjemput. Harta kita akan ditinggalkan untuk ahhli waris. Sementara harta yang akan dibawa adalah harta yang telah kita sedekahkan semasa massih hidup. Ketika meninggal sudah tidak ada yang bisa kita lakukan untuk beribadah. Maka sudah selayaknya saat masih bisa menghirup udara untuk selalu meningkatkan kualitas ibadah kita. Selain itu juga tetap ikhlas secara rutin melakukan sedekah karena itu adalah harta yang bisa kita bawa hingga akhirat. Tentang sedekah yang amalannya tidak akan terputus saat ajal menjemput? Jangan tunda lagi untuk melakukan sedekah.

Undangan Majelis Darul Aytam


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِي.

Undangan Majelis Darul Aytam 



Mari berbagi kebahagiaan bersama Anak Yatim dan Dhuafa Majelis Darul Aytam dalam santunan dan Taklim yang Insya Allah akan dilaksanakan pada :
Hari / Tanggal : kamis / 30 Mei 2013 Miladiyah
                                            20 Rajab 1434 hijriyah
Jam         :  08.00 WIB -selesai
Acara      : Tausyiah

                   Ustadz H.M Khairudin Abdurrahman S.Ag
Tempat : Alhambra Room, LT2 Menara 165, Jalan Tb. Simatupang , Cilandak Jakarta Selatan.

Demikian Undangan ini kami sampaikan, atas segala perhatian

Dukungan dan bantuan Ayah, Bunda, Ikhwan dan Akhwat Fillah Yang diberikan kepada Majelis Darul Aytam diucapkan terima kasih yang Mendalam.
Semoga Allah Azza Wa Jalla membalasnya dengan balasan yang berlipat ganda di dunia dan Jannah-Nya kelak di akhirat. Aamiin Ya Rabbal Alamiin…
Wassalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh
--------------------­­------
Mari Bantu Yayasan Darul Aytam dengan menyalurkan Zakat Infak dan Shadaqah Anda ke Rekening.Bank Mandiri No. Rek.1260004993787 An.Chuswatun Hassanah qq Yayasan Darul Aytam.
BNI No Rek. 273401364 an Drs.Setiawan qq.Yayasan Darul Aytam.
BCA 7650412197 An. Drs.Setiawan qq. Yayasan Darul Aytam.

Bagi Wakif di Malaysia sila transfer ke account 
160018582289 maybank account atas nama Suzana Mohd Ali.

BERSYUKUR ATAS SEGALA NIKMAT ALLAH


Apabila direnungkan secara mendalam, ternyata memang banyak nikmat Allah yang telah kita terima dan gunakan dalam hidup ini. Demikian banyaknya sehingga kita tidak mampu menghitungnya. Allah berfirman, ''Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS 16: 18).

 Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat dengan menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan kehendak pemberinya. Sedangkan kufur adalah menyembunyikan dan melupakan nikmat. Allah Subhanahu WaTa'alla   ''Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'.'' (QS 14: 7).

Pada dasarnya, semua bentuk syukur ditujukan kepada Allah. Namun, bukan berarti kita tidak boleh bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara nikmat Allah. Ini bisa dipahami dari perintah Alah untuk bersyukur kepada orang tua yang telah berjasa menjadi perantara kehadiran kita di dunia. Firman Allah Allah Subhanahu WaTa'alla  ''Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kamu kembali.'' (QS 31: 14). 

Perintah bersyukur kepada orang tua sebagai isyarat bersyukur kepada mereka yang berjasa dan menjadi perantara nikmat Alloh. Orang yang tidak mampu bersyukur kepada sesama sebagai tanda ia tidak mampu pula bersyukur kepada . Allah Subhanahu WaTa'alla Nabi bersabda, ''Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka ia tidak mensyukuri Alloh.'' (HR Tirmidzi). 

Manfaat syukur akan menguntungkan pelakunya. Allah tidak akan memperoleh keuntungan dengan syukur hamba-Nya dan tidak akan rugi atau berkurang keagungan-Nya apabila hamba-Nya kufur. Allah berfirman, ''Dan siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.'' (QS 27: 40).

Ada beberapa cara mensyukuri nikmat Allah Arrahman. Pertama, syukur dengan hati. Ini dilakukan dengan mengakui sepenuh hati apa pun nikmat yang diperoleh bukan hanya karena kepintaran, keahlian, dan kerja keras kita, tetapi karena anugerah dan pemberian Allah Yang Maha Kuasa. Keyakinan ini membuat seseorang tidak merasa keberatan betapa pun kecil dan sedikit nikmat  Allah Subhanahu WaTa'alla yang diperolehnya.

Kedua, syukur dengan lisan. Yaitu, mengakui dengan ucapan bahwa semua nikmat berasal dari Alloh swt. Pengakuan ini diikuti dengan memuji Alloh melalui ucapan alhamdulillah. Ucapan ini merupakan pengakuan bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah.

Ketiga, syukur dengan perbuatan. Hal ini dengan menggunakan nikmat Allah Subhanahu WaTa'alla  jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya, yaitu dengan menjalankan syariat , menta'ati aturan Allah Subhanahu WaTa'alla lam segala aspek kehidupan

Sikap syukur perlu menjadi kepribadian setiap Muslim. Sikap ini mengingatkan untuk berterima kasih kepada pemberi nikmat (Alloh) dan perantara nikmat yang diperolehnya (manusia). Dengan syukur, ia akan rela dan puas atas nikmat Allah yang diperolehnya dengan tetap meningkatkan usaha guna mendapat nikmat yang lebih baik.

Selain itu, bersyukur atas nikmat yang diberikan Alloh merupakan salah satu kewajiban seorang muslim.   Seorang hamba yang tidak pernah bersyukur kepada ,Allah Subhanahu WaTa'alla  alias kufur nikmat, adalah orang-orang sombong yang pantas mendapat adzab Allah Arrahman.

Allah  telah memerintahkan hamba-hambaNya untuk mengingat dan bersyukur atas nikmat-nikmatNya: “Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu.” (QS al-Baqarah:152)

Ahli Tafsir, Ali Ash Shobuni menjelaskan bahwa yang dimaksud “Ingat kepada Alloh” itu adalah dengan Ibadah dan Ta’at, maka Allah akan ingat kepada kita, artinya memberikan pahala dan ampunan. Selanjutnya kita wajib bersyukur atas nikmat Allah dan jangan mengingkarinya dengan berbuat dosa dan maksiat.

Telah diriwayatkan bahwa Nabi Musa as pernah bertanya kepada Tuhannya: ”Ya Robb, bagaimana saya bersyukur kepada Engkau?  Robbnya menjawab: ”Ingatlah Aku, dan janganlah kamu lupakan Aku.  Jika kamu mengingat Aku sungguh kamu telah bersyukur kepadaKu. Namun, jika kamu melupakan Aku, kamu telah mengingkari nikmatKu”.

Di zaman sekarang ini, betapa banyak orang merefleksikan rasa bersyukur, namun dengan cara-cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syukur itu sendiri. Untuk itu, para ulama telah menggariskan tata cara bersyukur yang benar, yakni dengan cara beribadah dan memupuk ketaatan kepada Allah swt dan meninggalkan maksiat.


Allah Arrahman  telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa orang-orang yang mau bersyukur atas nikmat yang diberikanNya sangatlah sedikit.  Kebanyakan manusia ingkar terhadap nikmat yang diberikan Allah kepada mereka.   “Sesungguhnya Alloh benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas umat manusia, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukurinya.” [QS Yunus: 60]

 “Katakanlah: “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut yang kamu berdoa kepadaNya dengan berendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan): ”Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari bencana ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.”   Katakanlah: ”Alloh menyelamatkan kamu daripada bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukanNya.” (QS Al-An’aam: 63-64).

Ketika manusia ditimpa berbagai macam kesusahan mereka segara berdoa dan berjanji untuk bersyukur pada Allah jika bencana itu dihindarkanNya.  Akan tetapi, ketika Allah menghindarkan mereka dari bencana itu, mereka lupa bersyukur bahkan kembali mempersekutukan    Allah Subhanahu WaTa'alla Betapa banyak orang menangis, meratap, memelas dan merengek-rengek meminta kepada Allah Subhanahu WaTa'alla agar dihindarkan dari kesusahan hidup; masalah pribadi, soal pekerjaan, musibah, dsb.  Akan tetapi, ketika  mAllah Subhanahu WaTa'alla  menghindarkan mereka dari kesusahan mereka kembali lalai, bermaksiat, bahkan menerapkan aturan-aturan selain aturan Allah.   Bukankah hal ini termasuk telah menyekutukan Allah Azza Wa Jalla...   Wallahu a'lam

Dinsdag 28 Mei 2013

KISAH NASI AYAM

 PERBEDAAN MAKANAN ORANG KAYA DAN ORANG MISKIN
 --------------------------------
Apa perbedaan antara orang yang paling kaya di dunia dengan orang yang paling miskin di dunia (terkait dengan jatah rezeki makanannya) ?
Orang yang paling miskin di dunia mungkin makan roti atau nasi saja tanpa adanya lauk daging.
Sementara orang yang paling kaya makan roti atau nasi lengkap dengan lauk dagingnya.
Tetapi terkadang orang miskin yang tidak makan daging itu bisa menikmati setiap suapan makanan yang ia masukkan ke dalam perutnya. Kemudian setelah makan ia berdoa : Alhamdulillahii ladzi ah’amanaa wa saqaanaa wa ja’alanaa minal muslimin (Segala puji bagi Allah, yang memberikan makan kami , dan telah memberi minum kami, dan telah menjadikan kami termasuk golongan orang orang Islam.

Sementara orang yang paling kaya yang punyai hobby makan Nasi Ayam Malaysia, Nasin Kandar ataupun Nasi Dagang serta thom yam, belum tentu bisa menikmati lezatnya semua  makanan yang disajikan. Oleh dokter dia dilarang makan yang berlemak seperti Nasi Ayam Malaysia, daging panggang, mentega, manis manisan dan berbagai makanan jenis yang lain, oleh karena dia terserang banyak penyakit. Allah mencegahnya dan membatasi dari berbagai macam kenikmatan.


Jadi menikmati  lezatnya rezeki Allah itu bukan dilihat dari jenis dan banyaknya makanannya, tapi lihatlah seberapa nilai derajat keberkahan dari Allah dalam rezeki itu, walau dengan batasan kadar yang berbeda.

DOSA YANG JARANG DIPERHITUNGKAN

Maukah kutunjukkan kepadamu hal yang menguasai keseluruhannya? “ Yakni semua pekerti yang mencakup kesemuanya itu? , Muadz menjawab : Tentu mau , wahai Rasulullah,’ Rasul pun memegang lisannya dan bersabda : “ Cegahlah ini olehmu!”

Bahaya laten yang bisa saja dihadapi oleh seorang hamba dalam kehidupan dunia bersumber dari lisannya, untuk itulah, para ulama mengatakan bahwa sembilan dari sepuluh dosa adalah berasal dari dosa dosa lisan. Rasul pun setiap kali mengingatkan seorang hamba yang melakukan dosa, agar berhati hati dengan lisannya, karena sesungguhnya lisan itu yang paling cepat melakukan dosa dan kekeliruan.

Lisan berbicara tanpa perhitungan dan kata kata yang keluar dari anda tanpa disadari, seperti bergunjing, membuka aib, mengadu domba, menghina serta mengeluarkan kata kata kotor dan kata kata batil yang dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka selama 70 tahun.
Imam Syafii telah mengatakan :

“Jagalah lisanmu, jangan biarkan ia menyebutkan kekurangan orang lain, karena dirimu pun penuh dengan kekurangan, dan orang lain mempunyai banyak mata. Dan peliharalah kedua matamu, jika memperlihatkan keaiban orang lain kepadamu, jagalah ia dan katakan kepadanya : “Hai mata, orang lain mempunyai banyak mata

BERKEJARAN DENGAN WAKTU

Kehidupan terus berjalan, waktu terus berputar, waktu terus berjalan dan bumi terus berputar, generasi hilang dan tumbuh, saling berganti, tokoh -tokoh sejarah tinggal catatan. Usia manusia tak cukup mengarungi semua waktu, usia manusia sangat terbatas, harapan hidup rata-rata manusia sekitar 70 tahun. Ada yang sampai, 80, 90 atau 100 tahun lebih, tapi jumlahnya sedikit.
Hanya Allah yang Maha Mengetahui  batas umur manusia,  umur benar-benar rahasia Allah. Ada bukti nyata yang sangat jelas, di panggung sejarah kehidupan manusia benar-benar sukar di duga , Siapa yang menyangka seorang mantan Presiden di salah satu negara di Timur Tengah, yang saat kejayaannya dielu-elukan, namun pada akhir hayat, tokoh ini mati di tiang gantungan, terlepas benar atau salah, kematiannya manjadi sorotan dunia. Kejadian ini pas di saat Hari raya Idul Adha 1427 H/30 Desember 2006.
Entah apa yang hendak ditunjukan olehNya pada umat manusia? Yang jelas kematian ada dalam genggamanNya, mati di tiang gantungan, ketabrak mobil, ditelan gelombang tsunamai, dijepit gempa bumi, ditimbun tanah longsor, dipanggang hidup-hidup saat kebakaran, meledak di pesawat udara, atau tenggelam di lautan lepas, dan sebagainya itu cuma penyebab kematian, tapi kematian itu satu, lepasnya roh dari jasad manusia!
Jasad manusia ada yang hilang ditelan gelombang laut, hangus terbakar tanpa bekas, meledak di pesawat ulang alik, atau mati hancur berantakan karena bom bunuh diri di mobil atau tergilas tank, tapi roh tetap kembali kepadaNya. Apa pun jenis penyebab kematian, roh tetap kembali kepadaNya. Maka, sebelum kematian itu menjelang  berbuatlah sesuatu, kerjakanlah sesuatu,tinggalkan bekas yang bermanfaat  buat  generasi  mendatang.
Seratus tahun, seribu tahun, sejuta tahun atau bahkan dalam hitungan tahun yang begitu panjang, selama bumi masih terus berputar, selama itu pula kehidupan masih berlangsung, namun bila telah hancur berantakan segala isi alam semesta ini, itu berarti kiamat telah tiba! Itu kimat Kubro, tapi jangan lupa ada kiamat yang bisa langsung mengenai setiap manusia dan datangnya tak diduga, apa itu? Kematian, ya… kematian adalah salah satu jenis kiamat, tapi ini kiamat kecil, kiamat sugro.
Yang belum lama ini telah diperlihatkan oleh Allah SWT, tentang hambaNya  dikenal dan terkenal karena begitu populernya di Indonesia, yang dengan caraNya sendiri  diambil begitu saja, di malam Jum’at dengan tabrakan tunggal.  Semua orang terkaget-terkaget dan terhenyak sesaat dan tak menyangka. Ya siapa menyangka  dan bisa menduga datangnya sang maut itu?
Tak ada yang bisa mengetahui rahasia Allah ini, walau ilmu kedokteran sudah begitu canggih. Betapapun hebatnya teknologi kedokteran yang dimiliki manusia, pada saat maut itu datang, tak ada seorangpun yang dapat mencegahnya, walaupun seluruh manusia bersatu untuk melawannya atau bersatu untuk menghindarinya, tak bisa!
Allah telah bersumpah dengan waktu: “ Demi waktu, demi masa, bahwa manusia akan merugi, kecuali bagi orang yang beriman dan beramal sholeh, saling nasehat-menasehati dalam kesabaran dan kebenaran” ( Al  Asr: 1-3). Manusia di planet bumi diberikan waktu yang sama, 24 jam sehari semalam. Namun dalam waktu yang 24 jam tersebut ada yang mencapai puncak kejayaan seluas-luasnya, namun dalam waktu yang bersamaan, betapa banyak manusia yang nyaris tak punya apa-apa dan tidak bisa apa-apa dan tak mampu berbuat apapun, padahal waktu yang diberikan Allah SWT, sama, 24 jam!
Waktu yang 24 jam, ada yang merasa terlalu sedikit, namun ada pula yang tak mampu menghabiskan waktu tersebut dengan kegiatan yang produktif, waktu hilang percuma, tak memberikan  manfaat apapun padanya. Lebih celaka lagi, waktu yang banyak itu hanya diisi dengan bergunjing kesana kemari, menghasut seseorang dengan orang lain, sambil tetap tersenyum, seakan tanpa dosa.
 Padahal waktu yang diberikan Tuhan 24 jam itu, bisa digunakan dengan berbagai macam kegiatan yang produktif, tahan lama dan mungkin juga mengabadi. Seperti tulisan para tokoh, yang mewariskan pada dunia dengan ilmu yang ditulisnya atau diababadikannya berupa karya atau keterampilan yang bermanfaat bagi manusia lainnya, baik pada masanya atau masa sesudahnya.
Kita mestinya malu dengan tokoh dunia puluhan abad yang lalu, seperti  Ibu Arabi, Imam Al Gazali, Ibnu Sina dan lain sebagainya, yang  dengan  ketekunannya  dan  kesabarannya,  mereka  dapat  dan mampu  menulis  ribuan  halaman  buku, dengan  puluhan  jilid  buku  atau  dengan  puluhan  judul  buku yang ditulis tangan.  Sekali lagi ditulis tangan!  Jangan lupa,  saat itu belum ada percetakan,  belum ada  mesih tik,  computer,  laptop dan lain sebagainya.
Dan buku-buku mereka mengabadi dan memberikan inspirasi bagi generasi sesudahnya, mereka telah tiada, tapi hasil pemikiran mereka yang ditulis, di catat, maka ilmu mereka tak hilang dan terus menerus bermanfaat  bagi  generasi  selanjutnya,  yang bisa saja  mencapai  ribuan  tahun  sesudahnya. Jasad mereka sudah tiada, tapi dengan kata-kata yang ditulisnya, nama mereka mengabadi.
Bagi orang yang kreatif, waktu benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya, misalnya dengan membaca, mengarang, membuat ketrampilan, mengaji, mengkaji, menyusun buku dan berbuat sesuatu apapun demi  kemaslahatan semua umat manusia. Itulah yang kata Nabi, manusia yang paling baik!
 Nabi pernah bersabda : “ Manusia yang paling baik adalah manusia yang paling berguna atau yang paling bermanfaat bagi sesamanya”  Manusia seperti itu bisa berbuat baik dengan tenaganya, pikirannya, hartanya, bahkan jiwa dan raganya diberikan untuk kepentingan manusia, kepentingan orang banyak dan tentunya berniat karena Allah semata.
Manusia seperti  ini cerdas dalam memanfaatkan waktu, dia tak mau kehilangan waktu semenitpun untuk perbuatan sia-sia, dalam diamnyapun, manusia seperti ini memanfaatkan waktunya dengan berdzikir dan merenungkan ciptaanNya, jadi dalam kedaan diampun dia masih produktif, yaitu berdzikir, karena berdzikir bisa dilakukan sambil berdiri, duduk dan berbaring. Bahkan ketika berjalanpun orang bisa berdzikir, karena berdzikir itu adalah mengingatNya, dan berdzikir paling utama adalah saat ada “nyanyian setan’ untuk berbuat dosa, lantas ingat Allah SWT, sehingga tak jadi melakukan dosa tersebut.
Waktu terus bergulir, berputar tak ada hentinya dan dengan perputaran waktu usia manusia terus bertambah karena dilihat dari titik nol, saat dilahirkan,  sekaligus berkurang dari jatah yang sudah ditentukan olehNya. Umur kelihatannya bertambah, namun hakekatnya berkurang, sedang menuju ke kematian atau menuju ke kuburan yaitu akhir perjalanan umat manusia. Suka atau tak suka, siap atau tidak siap, kematian itu akan datang dengan sendirinya, tanpa diundang!

Masihkah kau akan berkata ” tak punya waktu ” ? Waktu itu netral, kaulah yang mengatur sang waktu itu, untuk berbuat sesuatu. Kerjakanlah sesuatu yang dapat kau tinggalkan bagi generasi selanjutnya, isilah waktumu dengan hal-hal yang bermanfaat. Katakanlah :” wahai sang waktu …. akan ku isi waktumu dengan apapun yang bermanfaat!”  Jangan katakan : ” aku tak punya waktu ” omong kosong! Mengapa? Kalau berkata: “tak punya waktu” itu sama saja mati. Karena hanya orang yang sudah matilah yang   tak punya  waktu lagi untuk berbuat apapun, baginya sudah tamat!
Jangan menyesal, ketika waktu telah lewat. Waktu bergerak terus ke depan, sang waktu tak kenal kata mundur, sang waktu hanya bergerak ke depan, maju, maju dan maju terus, bila kau diam, maka waktu akan menggilasmu, waktu akan “membunuh”mu dengan pedangnya yang sangat tajam, pedang yang tak ada seorangpun dapat menangkisnya!
 Siapa yang bisa membunuh sang waktu? Siapa yang bisa melawan sang waktu ? Siapa yang bisa “mengerem” sang waktu agar tak berputar? Tak seorang pun bisa! Maka pergunakanlah waktumu dengan apapun yang bermanfaat, syukur-syukur bermanfaat bagi kehidupan di Dunia maupun di Akherat ! Mari kita berlomba mengejar sang waktu, berlomba-lomba dalam kebaikan dan kebajikan, fastabiqul khairat,  dengan karya kita sendiri, dengan tulisan kita sendiri, dengan menulis buku sendiri atau menciptakan apapun karya sendiri! Ayo, mari kita kejar sang waktu, kita kejar waktu-waktu kita dengan karya-karya kita sendiri.
Ayo  tulis sesuatu atau berbuat sesuat,  ayo tinggalkan sesuatu yang bermanfaatbuat generasi selanjutnya! Jangan biarkan hidup kita berlalu tanpa bekas apapun. Kita diciptakan Allah, jelas punya misi, bukan asal hidup, bukan asal ada. Ayo kerjakan sesuatu sekecil apapun bentuknya, ayo tulis sesuatu , betapapun sederhananya. Otak, tangan, dan  semua anggota tubuh  masih bisa digunakan! Ayo, gunakan usia kita yang masih ada itu, mari berkejaran dengan waktu yang masih tersedia buat kita,  selagi bonus umur tetap diberikanNya.

BERSIAP MENYAMBUT KEDATANGAN RAMADHAN 2

Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi

Bulan Ramadhan tak lama lagi tiba di hadapan kita. Bulan yang dinantikan oleh umat muslim di segala penjuru dunia. Bulan yang penuh dengan warna ibadah dan ketaatan; puasa, tilawah al-Qur’an, sholat malam, majelis ilmu, nasehat, sedekah, dan kepedulian kepada orang-orang yang membutuhkan. Inilah salah satu bukti keindahan dan kesempurnaan ajaran Islam.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, Aku telah cukupkan bagi kalian nikmat-Ku, dan Aku telah ridha Islam sebagai agama bagi kalian.”(QS. al-Maa’idah: 3)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, menunaikan haji ke baitullah, dan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma)

Bulan Ramadhan adalah bagian dari perjalanan waktu yang Allah ciptakan bagi hamba-hamba-Nya. Agar mereka memanfaatkannya untuk taat kepada-Nya dan menjauhi langkah-langkah setan yang terus berupaya untuk mengelabui dan menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 1-3)
Puasa Ramadhan adalah bagian dari keimanan. Imam Bukhari rahimahullah membuat bab di dalam Shahihnya dengan judul ‘Bab. Puasa Ramadhan karena mengharapkan pahala adalah bagian dari keimanan’ dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)


Lezatnya Ketaatan

Seorang hamba yang menyadari bahwa Allah adalah sesembahan-Nya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasul-Nya tentu akan merasakan lezatnya ketaatan dalam beribadah dan tunduk kepada syari’at-Nya. Dia tidak akan merasa berat atau sempit tatkala harus menunaikan perintah Rabb alam semesta.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al-’Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu’anhu)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah pantas bagi seorang lelaki yang beriman atau perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian mereka masih memiliki pilihan yang lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36)


Mengiringi Amal Salih Dengan Keikhlasan

Puasa Ramadhan adalah amal salih yang sangat utama. Bahkan ia termasuk rukun islam. Sementara amal salih tidak akan bernilai di sisi Allah jika tidak diiringi dengan keikhlasan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. al-Kahfi: 110)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan itu dinilai dengan niat. Dan bagi setiap orang apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin dia peroleh atau wanita yang ingin dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu)

Melandasi Amalan Puasa Dengan Takwa

Takwa adalah menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Thalq bin Habibrahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah dengan mengharap pahala dari Allah. Dan kamu meninggalkan kemaksiatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut terhadap hukuman Allah.”
Puasa bukan sekedar menahan lapar dan dahaga. Lebih daripada itu, puasa adalah ketundukan seorang hamba terhadap Rabb yang telah menciptakan dan mengaruniakan segala macam nikmat kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia. Sembahlah Rabb kalian, yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 21)

Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah, berupa ucapan dan perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi. Ibadah memiliki tiga pondasi amalan hati, yaitu cinta, harap, dan takut. Seorang hamba yang beribadah kepada Allah harus menyertakan ketiga hal ini dalam setiap ibadah yang dilakukannya. Beribadah kepada Allah dengan cinta saja adalah kekeliruan kaum Sufi. Beribadah kepada Allah dengan harap saja adalah kekeliruan kaum Murji’ah. Dan beribadah kepada Allah dengan takut saja adalah kekeliruan kaum Khawarij. Oleh sebab itu ketiga hal ini harus ada di dalam hati seorang hamba tatkala beribadah kepada-Nya.

Ibadah seperti inilah yang akan diterima oleh Allah. Allah ta’ala berfirman tentang ibadah kurban (yang artinya), “Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya ataupun darahnya, akan tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah ketakwaan dari kalian.” (QS. al-Hajj: 37).

Menjalankan Puasa Dengan Sunnah Nabi-Nya

Ibadah kepada Allah tidak akan diterima jika tidak sesuai dengan syari’at-Nya. Dan tidaklah Allah mensyari’atkan kecuali melalui perantara Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Katakanlah: Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali ‘Imran: 31)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan termasuk bagian darinya maka ia pasti tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha). Dalam riwayat Muslim juga disebutkan,“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka ia pasti tertolak.”
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Rasul sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Tidaklah dia (Muhammad) berbicara dari hawa nafsunya. Tidaklah yang dia ucapkan melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS. an-Najm: 3-4)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apa saja yang dibawa oleh Rasul maka ambillah, dan apa saja yang dilarang olehnya maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr: 7). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul itu setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya, dan kelak Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115)

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah sepakat, bahwasanya barangsiapa yang telah jelas baginya suatu tuntunan (hadits) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya meninggalkannya dengan alasan mengikuti pendapat seseorang.” Imam Ahmadrahimahullah juga menegaskan, “Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya dia berada di tepi jurang kehancuran.”

Mengharapkan Pahala dan Ampunan dari-Nya

Pahala dari Allah dan ampunan-Nya adalah sesuatu yang amat dibutuhkan oleh seorang hamba. Sementara pahala dan ampunan itu Allah peruntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan menjalankan ketaatan kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya lelaki dan perempuan yang muslim, lelaki dan perempuan yang mukmin, lelaki dan perempuan yang taat, lelaki dan perempuan yang jujur, lelaki dan perempuan yang sabar, lelaki dan perempuan yang khusyu’, lelaki dan perempuan yang bersedekah, lelaki dan perempuan yang berpuasa, lelaki dan perempuan yang menjaga kemaluannya, lelaki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah. Allah sediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 35)

Puasa merupakan salah satu bentuk ibadah yang menghapuskan dosa-dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sholat lima waktu. Jum’at yang satu dengan jum’at berikutnya. Ramadhan yang satu dengan Ramadhan berikutnya. Itu semua adalah penghapus dosa-dosa, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Untuk itu, semestinya seorang hamba yang menyadari bahwa dosa yang telah dilakukannya adalah musibah dan bencana bagi kehidupannya untuk segera bertaubat dan kembali kepada Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan bertaubatlah kepada Allah kalian semua, wahai orang-orang yang beriman. Mudah-mudahan kalian menjadi orang yang beruntung.” (QS. an-Nur: 31). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Dan hendaklah kalian memohon ampunan kepada kepada Rabb kalian lalu bertaubatlah kepada-Nya.” (QS. Hud: 3)

Bulan Ramadhan tak lama lagi datang. Alangkah malang diri kita jika bulan yang penuh berkah ini berlalu begitu saja tanpa curahan ampunan dan pahala dari-Nya. Semoga Allah mempertemukan kita dengan bulan yang mulia ini, melarutkan kita dalam kelezatan beribadah dan bermunajat kepada-Nya, menangisi dosa dan kesalahan kita. Ya Allah Ya Rabbi, pertemukanlah kami dengannya…